kacatulisan.com – Jakarta // Langkah banding yang diambil KPK atas vonis Mardani H Maming (MHM) menuai sorotan Pakar Hukum, Denny Indrayana.
“Aneh ini. Biasanya KPK tidak banding untuk perkara yang vonisnya tidak jauh dari tuntutan,” jelasnya, Kamis petang (16/2).
Wakil menteri Hukum dan HAM periode 2011-2014 itupun makin yakin bahwa kasus yang menjerat MHM adalah perkara pesanan. “Ini kasus dari awal titipan. Akibat persaingan bisnis dan politik,” jelasnya.
Ada dua indikator, kata Denny, bahwa kasus ini memang pesanan rival daripada MHM.
“Pertama kasus yang diduga menjerat rival MHM sebelumnya tidak menyentuh pelaku pemberi. Sementara pada kasus yang menjerat Bung MHM ini berjalan super cepat,” jelas guru besar hukum tata negara ini.
Sependapat, Berry Nahdian Furqon juga yakin tuduhan yang menjerat koleganya itu adalah pesanan. “Semakin kuat. Di sini memperlihatkan jaksa ingin tuntutan mereka maksimal dipenuhi hakim,” jelas pria yang juga menjabat sekretaris PWNU Kalsel ini.
“Sepertinya ini bukan soal norma kapatutan hukum lagi. Namun terlihat seperti untuk pemenuhan kewajiban atas pemesan dan nafsu untuk membuat hukum seberat beratnya,” jelas pegiat lingkungan hidup satu ini.
Dari awal kasus, Berry melihat sudah banyak kejanggalan. Bukan hanya dari penetapan tersangka yang super cepat, keputusan praperadilan yang mental karena di pengujung sidang KPK mengeluarkan status buron.
“Sampai pada tuntunan yang dipaksakan dikaitkan dengan pidana bahkan berbagai kesaksian bantahan tidak menjadi fakta persidangan yang jadi pertimbangan putusan,” jelasnya.
Ya, di usia 41 tahun, sederet jabatan diemban Mardani H Maming, mantan Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan 2016-2018. Terpilih sebagai bupati di usianya yang baru menginjak 29 tahun, Maming pun tercatat dalam rekor MURI sebagai bupati termuda di Indonesia.
Usai mengemban jabatan bupati, Maming kemudian terpilih sebagai ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia atau HIPMI. Tak berselang lama, memasuki medio Januari 2022, Maming menjadi orang kedua di Kalsel yang menjabat pengurus pusat Nahdlatul Ulama (NU) sebagai bendahara umum.
Namun langkah Maming yang tengah di puncak kesuksesan, terganjal perkara dugaan gratifikasi pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) batu bara PT BPKL ke PT PCN yang terjadi pada 2011 silam.
Berbekal kesaksian Hendry Soetio, direktur PT Prolindo Cipta Nusantara yang telah tutup usia 2021 silam, KPK menetapkan Maming sebagai tersangka. Menariknya, penetapan tersebut terhitung singkat. Hanya berselang sepekan setelah KPK menerbitkan surat dimulainya penyelidikan.
Bicara soal pengalihan IUP, terbitnya izin tersebut sedianya telah melalui kajian di tingkat daerah hingga pusat. Bahkan IUP yang dikeluarkan telah mendapat stempel clear and clean dari Kementerian ESDM.
Kendati begitu, Berry melihat di kalangan akar rumput masyarakat masih percaya bahwa Mardani H Maming merupakan korban kriminalisasi. “Bukan hanya grass root, namun di kalangan elite pun banyak yang yakin ini kriminalisasi,” jelas Berry.
Berry meyakini bila MHM tidak melakukan tindakan melanggar hukum sebagaimana keputusan hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri Banjarmasin, Jumat (10/2).
Di mana dalam keputusan yang dibacakan hakim menyatakan MHM dinilai bersalah melanggar pasal 12 huruf b junto pasal 18 nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Berry justru melihat seperti ada semangat hakim bahwa setiap orang yang diajukan ke meja persidangan sebagai terdakwa mesti dinyatakan bersalah dan mesti dihukum.
“Tentunya tidak mesti demikian. Sejak dalam pikiran hakim sepatutnya independen dalam melihat fakta persidangan tanpa dipengaruhi asumsi bahwa setiap terdakwa harus bersalah,” terang Berry.
Terkait hukuman yang harus ditanggung MHM yakni mendekam 10 tahun di penjara, Berry kembali menyesalkan putusan tersebut yang dianggapnya sebagai upaya penzaliman. Untuk itu, ia menegaskan bila mantan ketua HIPMI tersebut tidak harus dipenjarakan.
“MHM sepatutnya divonis bebas!” lugasnya saat menutup wawancara.
Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin sebelumnya memvonis MHM 10 tahun penjara dengan uang denda pengganti senilai Rp110 miliar atas kasus gratifikasi peralihan izin pertambangan saat menjabat Bupati Tanah Bumbu, Jumat pekan lalu (10/2).
Merespons vonis tersebut, jaksa KPK mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan kepada MHM, Kamis (16/2).
“Tim JPU mengajukan banding atas putusan majelis hakim PN Banjarmasin terkait perkara Mardani Maming,” kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK. (wj-red)
Tidak ada komentar