Penculikan dan Penghilangan Paksa 13 Aktivis 97-98

waktu baca 10 menit
Jumat, 22 Sep 2023 13:03 0 193 ktulis admin

Ilustrasi

kacatulisan.com ; Jakarta | Berakhirnya rezim Orde Baru (orba) belum sepenuhnya menjawab misteri yang meliputinya pada masa itu. Begitu banyak tanya bergayut dalam benak publik, warisan dari masa itu, khususnya terkait aktivis korban penculikan aktivis 97-98 yang hilang kabar hingga saat ini.

Mereka adalah orang-orang hilang tanpa kabar, korban penculikan – penghilangan orang secara paksa, periode 1997-1998, saat Presiden Soeharto masih berkuasa.

Peristiwa kelam tersebut terjadi bertepatan dengan masa pemilihan Presiden Republik Indonesia (Pilpres) periode 1998-2003.

Dalam misi penculikan tersebut bertujuan meredam segala kritik yang ditujukan, bahkan dengan lewat cara kekerasan. Sejumlah aktivis diculik. Beberapa dilepaskan, namun sebagian tak pernah kembali hingga kini.

Sejumlah korban penculikan pada masa itu merupakan kelompok aktivis para ingin menegakkan keadilan dan demokrasi di Indonesia.

Mereka diculik karena dikenal kritis dalam menyikapi pelbagai kebijakan rezim masa itu. Keberadaan para aktivis ini dianggap sangat membahayakan dan merongrong rezim saat itu.

Rezim tersebut juga dikenal sebagai rezim pemakzulan terhadap orang-orang aktivis pergerakan yang memiliki gagasan pemikiran cerdas dan kritis.

Orang-orang seperti itu dipandang sebagai ancaman yang menghambat jalannya roda pemerintahan. Seolah-olah tak ada pilihan lain untuk menghadapi mereka, selain diculik dan dilenyapkan dari muka bumi.

Sejarah pun mencatat sebanyak 23 orang aktivis dinyatakan hilang dalam periode 1997-1998. Sebagian besar dari mereka adalah aktivis pro demokrasi (Prodem).

Menurut catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) terdapat 23 orang telah dihilangkan oleh negara saat itu.

Dan dari jumlah itu, hanya 9 orang yang berhasil kembali. Satu orang ditemukan tewas atas nama Leonardus Gilang, sementara 13 orang lain menjadi misteri keberadaannya sampai sekarang.

Dalam kasus penculikan aktivis 1997/1998, Kopassus membuat tim kecil untuk melakukan operasi penculikan tersebut.

Tim kecil ini disebut Tim Mawar, dibentuk karena peristiwa 27 Juli 1996.

Kala itu, para preman didukung tentara merampas kantor dan menyerang simpatisan yang mendukung Megawati di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat

Tim Mawar bertugas untuk mendeteksi kelompok radikal, pelaku aksi kerusuhan, dan teror.

Pada 18 Januari 1998, terjadi ledakan di Rusun Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. Kejadian ini membuat Tim Mawar semakin berpengaruh dalam urusan keamanan.

Tim Mawar menyusun rencana untuk menangkap sejumlah aktivis yang dicurigai terlibat dalam insiden ledakan bom tersebut

Mayor Bambang Kristiono, mendapat sembilan nama dari data intelijen untuk ditangkap. Adapun daftar-daftar aktivis yang hilang tahun 1997/1998 namun dilepaskan adalah sebagai berikut:

1. Desmond Junaidi Mahesa, diculik pada 3 Februari 1998 namun akhirnya dilepaskan;

Desmond Junaidi Mahesa adalah seorang putra kelahiran Sungai Tabuk kabupaten Banjar Kalimantan Selatan, beliau aktif sebagai seorang aktivis dan pengacara Lembaga Bantuan Hukum.

Pada 3 Februari 1998, sekitar pukul 09.30 WIB, Kapten Fauzani memerintah Kapten Dadang, Kapten Nugroho, dan Kapten Djaka untuk menangkap Desmond.

Desmond tertangkap ketika ia pergi ke luar kantor sekitar pukul 12.00 siang. Penangkapan dilancarkan saat Desmond tengah turun dari mikrolet yang ia tumpangi.

Setelah tertangkap, Desmond dalam keadaan tangan terikat dan mata dibalut kain hitam dibawa ke markas Kopassus di Cijatung.

Selama di markas, Desmond banyak menerima siksaan fisik, salah satunya dipukul. Ia juga dibawa ke sel bawah tanah.

2. Haryanto Taslam, diculik pada 8 Maret 1998 dan dilepaskan;

Haryanto Taslam diculik pada 8 Maret 1998. Taslam merupakan salah satu aktivis PDI Pro-Megawati.

3. Pius Lustrilanang diculik pada 4 Februari 1998 dan juga dilepaskan;

Pada 4 Februari, Pius Lustrilanang berhasil diciduk oleh Tim Mawar di depan RS Cipto Mangunkusumo di Salemba, Jakarta Pusat.

Pius merupakan aktivis Aliansi Demokrasi Rakyat (Aldera).

Operasi penculikan Pius dipimpin oleh Kapten Dadang Hendra Yudha, Kapten Fauka Noor Farid, dan Serka Sigit Sugianto.

Setelah tertangkap, Pius dibawa ke Poskotis dan disekap di sel 6.

4. Faizol Reza, pada 12 Maret 1998 namun dilepaskan;

Faizol Reza diculik di RSCM setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998

Pasca-tertangkap, Faizol diinterogasi dan disiksa. Setelah itu, ia disekap di sel bawah tanah di sel 3.

5. Rahardjo Waluyo Jati diculik pada tanggal 12 Maret 1998, namun yang bersangkutan dilepaskan;

Rahardjo Waluyo Jati diculik di RSCM setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998.

Usai berhasil ditangkap, Jati segera diinterogasi dan disiksa oleh petugas. Ia kemudian disekap dan ditahan di sel bawah tanah, sel 5.

6. Nezar Patria, pada 13 Maret 1998 namun akhirnya dilepaskan;

Nezar Patria diculik di Rumah Susun Klender, tanggal 13 Maret 1998. Menurut kesaksian Nezar, sewaktu diculik, ia banyak mendapat siksaan fisik.

Nezar diestrum selama 3-4 jam dengan tongkat listrik ditempel di kaki, jempol kaki, paha belakang, yang di mana semakin lama voltasenya semakin tinggi dan ditempel ke betis dan paha.

7. Aan Rusdianto, diculik pada tanggal 13 Maret 1998, namun dilepaskan;

Aan Rusdianto diculik di Rumah Susun Klender, tanggal 13 Maret 1998.

Operasi penculikan Aan dilakukan oleh Kapten Yulius, Kapten Djaka, Serka Sunaryo, dan Serka Sigit Sugianto.

Malam itu, Kapten Yulis menyamar sebagai pak RT. Ia mengetuk pintu rumah Aan. Sesaat begitu pintu dibuka, Aan langsung ditangkap dan dibawa ke markas.

Aan kemudian ditangkap dan dibawa ke markas dan tiba sekitar pukul 20.30.

8. Mugianto, diculik pada tanggal 13 Maret 1998, namun akhirnya dilepaskan;

Mugianto diculik pada 13 Maret 1998 di Rumah Susun Klender.

Ketika Kapten Djaka hendak masuk ke unit yang disewa oleh para aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD), ternyata sudah ada petugas Koramil Duren Sawit di sana.

Mereka kemudian menangkap Mugiyanto yang sedang berada di dalam kamar.

9. Andi Arief di culik pada tanggal 27 Maret 1998 dan akhirnya dilepaskan;

Pada 27 Maret, atas perintah Mayor Bambang, Kapten Fauzani diminta menangkap Andi Arief.

Andi Arief adalah ketua umum Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi dan Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik.

Andi Arief ditangkap di rumah kakaknya. Ia kemudian dibawa ke markas dan ditahan di sel bawah tanah.

Dari sembilan aktivis tersebut, Desmond, Pius, Haryanto, Raharja, dan Faizol Riza yang disekap selama kurang lebih 1,5 – 2 bulan dipulangkan ke kampung halamannya.

Sedangkan Aan Rusdianto, Mugiyanto, dan Nezar Patria, yang disekap selama tiga hari diserahkan oleh Tim Mawar ke Polda Metro Jaya pada 15 Maret.

Ketiganya baru dibebaskan 5 Juni 1998.

Berikut adalah daftar 13 aktivis yang menjadi korban penculikan 1998, hingga saat ini masih menjadi misteri, mereka adalah :

1. Dedy Hamdun

Dedy Hamidun merupakan aktivis PPP yang aktif dalam dalam aksi-aksi Mega Bintang Rakyat menjelang Pemilu 1997. Ia dilaporkan hilang sejak 29 Mei 1997.

la hilang bersama dengan Nova Al Katiri dan Ismail. Diduga Deddy Hamdun diculik karena aktivitasnya mendukung kampanye PPP dalam Pemilu 1997.

2. Nova Al Katiri

Nova Al Katiri adalah seorang Direktur PT Sangkuriang Tour and Travel dan PT Rahama Pratama.

Diculik pada tanggal 29 Mei 1997 bersama dengan Dedy Hamdun dan Ismail. Mereka diculik setelah menjemput Dedi Hamdun di Rumah Sakit Bunda.

3. Ismail

Ismail adalah supir pribadi Nova Al Katiri. Ismail diculik bersama dengan Dedy Hamdun dan Nova Al Katiri pada tanggal 29 Mei 1997, setelah menjemput Dedy Hamdun di RS Bunda.

4. Yani Afri

Yani Afri, aktivis PDI Pro Megawati. Pada tanggal 23 April 1997, sejumlah aparat berseragam dari Kodim Jakarta Utara mendatangi tempat tinggalnya di Rumah Susun Tanah Abang, Blok 36, Lantai 3.

Yani Afri diciduk bersama rekannya, Sony, ke kantor Kodim. Kedua kerabat tersebut sempat ditahan selama beberapa hari.

Tiga hari kemudian, pada tanggal 26 April 1997, teman Yani Afri mengatakan pada ibu Yani Afri, Tuti Koto, bahwa anaknya itu ditahan di Kodim Priok.

Ketika sang Ibu, Tuti Koto datangi Kodim Jakarta Utara, mereka mengatakan, Yani Afri dan Sony telah dilepas.

Korban penculikan lainnya, bernama Pius menyebut bahwa ia pernah bertemu Yani Afri dan Sony di sebuah tempat penyekapan.

Mereka memang sempat dilepaskan dari Kodim, tapi di luar markas Kodim mereka diculik sekelompok orang menggunakan mobil Hardtop.

5. Sony

Sony merupakan rekan Yani yang juga merupakan aktivis PDI Pro Megawati. Ia bersama Yani dijemput paksa pada tanggal 23 April 1997. Setelah sempat dilepaskan, Soni bersama Yani kembali diculik oleh sekelompok orang.

6. Hermawan Hendrawan

Hermawan Hendrawan merupakan aktivis PRD yang berlatar belakang mahasiswa FISIP Unair angkatan 1990.

Ia juga dikenal sebagai aktivis PPBI (Pusat Perjuangan Buruh Indonesia) dan SMID (Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi) di Surabaya.

Ia terlibat aktif melakukan aktivitas pengorganisasian mahasiswa di Surabaya, Yogyakarta, dan Jakarta.

Tanggal 29 Juli 1996, PRD dinyatakan secara resmi sebagai dalang peristiwa penyerbuan kantor PDI tanggal 27 Juli 1996.

Tanggal 1 Agustus 1996, Hermawan pamit pindah ke Jakarta dengan alasan sudah tidak aman baginya ada di Surabaya.

Hermawan diduga diculik 12 Maret 1998, usai konferensi pers KNPD di YLBHI, bersama Faisol Reza dan Raharja Waluya Jati.

Hingga saat ini, keberadaan Herman tidak diketahui oleh siapapun. Kesaksian Pius Lustrilanang dari pertemuannya dengan Hermawan tempat penyekapan, mengaku diculik di sekitar RSCM.

7. Hendra Hambali

Hendra Hambali hilang pada tanggal 14 Mei 1998. Keberadaan Hendra sempat dilihat oleh tetangganya.

Berdasarkan pengakuan sejumlah tetangganya Hendra terlihat diculik, namun dilepaskan lagi. Orang yang melakukan penangkapan tersebut adalah aparat, berpakaian sipil, kepala botak.

8. M Yusuf

M Yusuf, salah satu korban penculikan dan penghilangan paksa. Ia dinyatakan hilang sejak tanggal 7 Mei 1997. Ia diciduk tempat di wilayah Jakarta.

9. Petrus Bima Anugrah

Tidak ada saksi mata yang melihat atau mendengar sendiri peristiwa terjadinya penghilangan paksa yang dialami oleh Petrus Bima Anugrah.

Namun sampai tanggal 12 Maret 1998 diketahui Petrus Bima Anugrah tinggal bersama-sama Aan Rusdianto, Nezar Patria dan Mugiyanto di Rumah Susun Klender.

Tanggal 13 Maret 1998, Petrus bersama Aan Rusdianto dan Nezar Patria mengikuti rapat di sekitar kantor pos besar Pasar Baru, Jakarta.

Pada sore harinya, Ia berpisah dengan kedua rekannya menuju tempat tinggal mereka masing-masing.

Petrus tidak ikut tertangkap pada saat Aan dan Nezar diculik karena tidak berada di rumah. Dalam interogasi terhadap korban penculikan lainnya, Raharja Waluya Jati dan Faisol Reza, menyebut pertanyaan mengenai Petrus selalu diajukan.Hal ini mengindikasikan bahwa Petrus juga merupakan salah satu target penculikan.

10. Suyat

Suyat merupakan seorang mahasiswa angkatan 1995 di FISIP Universitas Slamet Riyadi, Surakarta. la diculik dari rumah temannya pada 12 Februari 1998 sekitar pukul 04.00 WIB.

Kala itu, dua orang dari pelaku menarik Suyat secara paksa ketika Suyat membukakan pintu dan 1 orang mendorong serta menodongkan senjata api ke arah punggung Suyat.

Mereka kemudian membawanya ke sebuah mobil yang diparkir tidak terlalu jauh dari rumah temannya yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Suyat merupakan pengurus pusat Komite Nasional Perjuangan untuk Demokrasi (KNPD) yang membidangi Pendidikan dan Propaganda serta anggota SMID.

Dia juga aktif dalam kegiatan demonstrasi, baik di Solo maupun di Jakarta. Hingga saat ini, nasib dan keberadaan Suyat masih belum diketahui.

11. Ucok Munandar Siahaan

Ucok Munandar Siahaan hilang pada tanggal 14 Mei 1998. la menghilang di waktu yang bersamaan dengan Hendra Hambali.

Ucok terakhir diketahui keberadaannya saat pergi ke Mall Ramayana, Ciputat untuk melihat peristiwa penjarahan dan pembakaran. Sedangkan Hendra Hambali dilihat tetangganya di Glodok Plaza.

12. Yadin Muhidin

Yadin Muhidin hilang di tanggal yang sama dengan Ucok dan Hendra Hambali, yakni pada 14 Mei 1998. Yadin hilang saat menonton kerusuhan berupa pembakaran Ruko Griya Inti, Suter Agung.

Kala itu, kawan Yadin menyebut melihat orang-orang berbaju hijau, seperti tentara, datang dengan truk yang besar-besar, sambil membawa pentungan. Mereka menyeret dan mengangkut orang-orang untuk masuk ke dalam truk.

13. Wiji Tukul

Wiji Thukul atau Widji Widodo adalah seorang seniman penyair dan buruh. Terakhir kali ia aktif di Jaringan Kerja Kesenian Rakyat (JAKKER). Ia dituduh terlibat pada kerusuhan 27 Juli 1996.

Sekitar Agustus 1996, malam hari, Wiji Thukul pamit kepada Sipon karena harus menyelamatkan diri dari pengejaran aparat keamanan.

Thukul terakhir kali terlihat oleh kawannya, Sipon, pada akhir Desember 1997 di Malioboro, Yogyakarta. Adapun kali terakhir Wiji Thukul menelpon ke rumah yakni pada bulan Februari 1998.

Tidak ada saksi, jejak bahkan petunjuk mengenai keberadaan Thukul selanjutnya. Sejak saat itu tidak ada kabar lagi mengenai keberadaan Tukul.

Sumber relesan berita kacatulisan.com :

1. Buletin Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan edisi “Melawan Lupa”.

2. Dokumen Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan berjudul “Kronik Kasus Penculikan dan Penghilangan Paksa Aktivis 1997-1998”.

3. Dokumen Divisi Pemantauan Impunitas dan Pemenuhan Hak Korban, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS); “Monitoring Kasus Penculikan dan Penghilangan Paksa Aktivis 1997/1998”.

4. Pusat Dokumentasi Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat ELSAM, “Penculikan dan Penghilangan Paksa”.

5. Detikcom, Penculikan Aktivis 1998: 13 Orang Tanpa Kabar Hingga Kini, (7 September 2023).

Penulis : redaksi kacatulisan.com

ktulis admin

Redaksi media online kacatulisan.com

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA